(Catatan Perjalanan Tanggal 20-24 Juli 2011)
Gunung Argapuro merupakan bekas gunung berapi yang sudah tidak aktif lagi. Gunung ini termasuk bagian dari pegunungan Iyang yang terletak di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Berada pada posisi di antara Gunung Semeru dan Gunung Raung. Ada beberapa puncak yang dimiliki oleh gunung ini. Puncak yang terkenal bernama Puncak Rengganis (topografichen Dienst, 1928). Sedangkan puncak tertingginya berada pada jarak ± 200 m di arah selatan Puncak Rengganis. Puncak tertinggi ini bernama Argapoera dan ditandai dengan sebuah tugu ketinggian (triangulasi).
Gunung Argopuro mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit (kawasan hutan yang terdapat di ketinggian 300 – 750 mdpl), hutan Dipterokarp Atas (kawasan hutan yang terdapat di ketinggian 750 – 1.200 mdpl), hutan Montane (hutan pegunungan yang terdapat di ketinggian 1.200 – 1.500 mdpl), dan Hutan Ericaceous (hutan pegunungan yang terdapat di ketinggian lebih dari 1.500 mdpl). Gunung ini berada dalam pengawasan Sub BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) wilayah Jember. Gunung Argopuro merupakan gunung yang mempunyai jalur pendakian terpanjang diantara jalur gunung-gunung di Pulau Jawa lainnya. Memiliki peninggalan bersejarah dari Zaman Prasejarah hingga masa pendudukan Jepang. (https://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Argapura)
Rabu, 20 Juli 2011
Setelah melakukan recovery pasca pendakian Gunung Raung jalur Sumber Wringin (17-19 Juli 2011) saya, Sigit, Hata, Fajar, dan Mas Dosso dari UPL MPA Unsoed melanjutkan perjalanan ke gunung berikutnya, Gunung Argopuro. Pukul 07.10 kami berangkat dari Pesanggrahan menuju terminal Bondowoso dengan menggunakan angkudes. Di terminal kami membagi tugas. Saya dan Hata belanja logistik di pasar, Fajar upload foto hasil dokumentasi Gunung Raung di warnet depan terminal, dan Sigit mengurus perizinan ke Jember. Untuk mengurus hal-hal itu membutuhkan waktu yang lama, sampai pukul 15.15.
Dengan menggunakan bus kami berangkat menuju Pajarakan. Dari Pajarakan menggunakan angkudes terakhir pada pukul 17.40 menuju Pesanggrahan Bremi. Pesanggrahan Bremi sangat nyaman dengan fasilitas 5 kamar tidur dengan double bed dan kamar mandi dalam, ruang tamu, meja makan, dan berlantai kramik putih. Keadaan ruangan dan tamannya rapi dan terawat baik. Harga sewanya lebih murah dari harga sewa kamar utama di Pesanggrahan Sumber Wringin, yaitu Rp 50.000/malam. Di sana kami packing peralatan dan logistik. Kami pun meninggalkan barang yang dirasa tidak perlu di Pesanggrahan untuk mengurangi beban dan memaksimalkan pergerakan. Bahkan satu buah jerigen yang dibawa saya turut ditinggal. Gunung Argopuro tersedia banyak air sampai Rawa Embik.
Kamis, 21 Juli 2011
Jalur yang pertama kami lewati berupa jalan raya lalu berbelok ke jalan makadam di samping mesjid sampai ke perkebunan damar. Setelah melewati rumah penduduk, kami melintasi jalan tanah di tengah perkebunan kapas. Setelah perkebunan damar, barulah kami masuk jalan setapak. Jalurnya relatif datar dan menanjak cukup terjal menjelang triangulasi sebelum Danau Taman Hidup.
Kami tiba di Danau Taman Hidup pada pukul 14.40. Danau Taman Hidup ibarat surga kecil di rerimbunan rimba Argopuro. Hamparan savana yang luas membentang di hadapan kami. Pohon-pohon cemara tumbuh menjulang tinggi seolah memagari savana. Permukaan danau yang tenang tampak hijau dan sejuk. Kabut tebal pun turun, menyelimuti kelengangan yang merengkuh erat Danau Taman Hidup. Sesekali angin kencang menyibak kabut, sejenak memperlihatkan keelokan pemandangan yang penuh warna.
Di tepian danau kami bertemu dengan para pendaki yang tengah camp. Setelah berbincang-bincang sebentar kami mengambil air dari dermaga kecil yang sudah agak rusak. Dari dekat air danau tampak lebih hijau dan sejuk. Tumbuhan danau terhampar di tepian, bercermin di permukaan air.
Belum puas kami menikmati keindahan yang teduh, kami harus segera melanjutkan perjalanan karena target hari ini belum terpenuhi. Target hari ini adalah Kali Putih. Tapi jarak yang ditempuh sangat jauh dan tidak sesuai dengan rencana operasional. Akhirnya kami mendirikan camp pada koordinat 4155.0085 yang berupa sebuah dataran yang cukup luas memuat dua tenda kami di punggungan Taman Kering. Kami bertemu dengan penduduk pencari burung yang baru turun dari puncak. Mereka mengabarkan bahwa puncak dapat ditempuh selama 3 jam perjalanan naik dan 1 jam perjalanan turun. Tetapi kami putuskan perjalanan tetap sesuai rencana operasional dengan melewati jalur umum karena informasi kurang jelas mengenai puncak mana yang mereka daki dan keadaan jalur yang masih samar.
Jumat, 22 Juli 2011
Kami memulai perjalanan pada pukul 07.25 dengan melipir punggungan Taman Kering hingga ke wilayah saddle. Jalur menuju Kali Putih cukup panjang dan relatif datar dengan melipir punggungan beberapa puncakan di sebelah kiri. Jalurnya kering dan berdebu sehingga harus hati-hati dalam melangkah supaya orang yang dibelakang tidak terkena debu. Tetapi pemandangannya sangat indah dengan puncakan-puncakan bervegetasi rumput dan cemara di kiri kanan jalur.
.
Kali Putih merupakan tempat camp yang cukup luas. Kami mengambil air di sungai kecil. Sementara di pucuk-pucuk pohon beberapa ekor monyet asyik berlompatan dan berasyik masyuk. Perjalanan kami selanjutnya sangat panjang. Hutan-hutan gunung membentang di sepajang jalan, disambung dengan padang savana Alun-Alun Besar sebelum pos Cisentor yang sangat luas. Pemandangan Gunung Argopuro sangat menakjubkan, mampu mengalihkan rasa lelah kami yang tengah menempuh jalur pendakian terpanjang di Pulau Jawa. Flora dan fauna yang kami jumpai pun beragam. Burung-burung dan ayam hutan yang berbulu cantik kerap memamerkan keindahannya di hadapan kami. Selain itu, nilai plus Gunung Argopuro tidak pelit air. Air tersedia dengan melimpah di Danau Taman Hidup, Kali Putih, Cisentor, dan Rawa Embik.
Di Cisentor kami bertemu dengan puluhan pendaki yang tengah melakukan pendakian massal yang baru turun dari puncak. Beberapa orang dari mereka adalah pendaki yang bertemu di kereta Logawa tempo hari. Mereka tidak jadi mendaki Semeru dan mengalihkannya ke Argopuro.
Setelah melepas lelah cukup lama dengan mereka, kami pun melanjutkan perjalanan ke Rawa Embik karena masih cukup waktu dan Cisentor penuh oleh orang yang mau mendirikan camp.
Jalur menuju Rawa Embik sama dengan jalur sebelumnya. Melewati hutan, savana yang luas, dan rerimbunan edelweiss berbunga lebat yang tumbuh menjulang. Bahkan tingginya ada yang sampai dua kali lipat tinggi badan kami.
Rawa Embik berupa padang savana yang luas dan terdapat sungai kecil. Di bawah pohon cemara yang rindang kami mendirikan camp pada pukul 17.30. Temperatur di tempat camp dingin dengan suhu yang tercatat mencapai 10°C pada malam hari.
Sabtu, 23 Juli 2011
Target hari ini sangat panjang, yaitu Puncak Argopuro dan camp di Danau Taman Hidup. Jalur menuju puncak melewati padang savana Rawa Embik dengan trek datar dan masuk punggungan berhutan lebat dengan trek menanjak. Jalur kembali datar di savana persimpangan Puncak Argopuro – Puncak Rengganis. Barulah jalur terjal dan berbatu-batu sampai ke Puncak Argopuro.
Keadaan puncak berbeda dengan gunung berketinggian 3.000 m dpl lainnya. Tidak ada pelawangan dan vegetasinya masih lebat. Di puncak kami menghabiskan waktu cukup lama untuk berfoto dan coffee break. Dari atas puncak Danau Taman Hidup terlihat dengan jelas. Itu tujuan camp kami, sehingga pergerakan turun kami harus dipercepat.
Di Rawa Embik tak jauh dari tempat camp kami terlihat seekor babi hutan yang besar melintas, berjalan lurus menuju hutan. Sejak kemarin tempat itu memang diduga terdapat banyak babi hutan tetapi semalam kami tidak menemukannya. Pukul 14.05 kami tiba di Cisentor, tempat kami melakukan ishoma hari itu. Di sana kami pun bertemu dengan rombongan pendaki yang kemarin bertemu di Danau Taman Hidup. Pukul 14.05 kami melanjutkan perjalanan dan mengambil persediaan air di Kali Putih.
Hari semakin sore. Sinar matahari senja menyepuh wilayah saddle dengan warna kuning kemerahan. Dari kejauhan Gunung Lamongan dan Gunung Semeru mengintip di langit berwarna emas. Sungguh menakjubkan pemandangan sore itu!
Minggu, 24 Juli 2011
Danau Taman Hidup kali ini begitu cerah dan lebih indah daripada saat naik tempo hari. Bahkan merak yang cantik pun menunjukkan pesonanya pada kami. Di sana kami menghabiskan waktu cukup lama untuk berfoto dan melepas lelah.
Di tengah perjalanan kami melakukan coffee break di sebuah dataran yang cukup luas. Untuk mencapai Pesanggrahan Bremi kami melewati jalur yang berbeda dari saat perjalanan naik yaitu berbelok ke arah kiri wilayah pertanian setelah perkebunan kapas. Cuaca saat itu sangat panas dan jalan terputus karena ada pembangunan jembatan. Kami pun turun ke bibir sungai dan menyeberang dengan jembatan bambu. Kami tiba di Pesanggrahan dan melakukan recovery. Arjuno-Welirang menanti!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar