Senin, 29 Januari 2018

JAMUR SEPANJANG MUSIM


(Dok. Pribadi)

Halo, Kawan!
           Posting lagi nih! Dan lagi-lagi….masalah jamur. Ada dua alasan kenapa saya membahas objek yang sudah ribuan kali ditulis blogger-blogger sarat pengalaman mengenai flora-perjamuran-survival : pertama, karena banyak Kawan-Kawan di Instagram yang mengirim pertanyaan seputar berburu jamur di Stories via DM dan kedua, because what…(#ripenglish bgt sih gueeeh) saya penggemar berat masakan jamur. Jamur liar saja bela-belain dicari, apalagi jamur pasar yang tinggal beli! Saya mulai suka mencari jamur liar sejak TK. Mungkin karena dasarnya saya orang kampung, secara “alamiah” saya mengenal mana jamur baik dan mana jamur jahat. Bukan dari internet (tahun 90-an boro-boro saya tahu Mbah Google), melainkan dari cerita-cerita pengalaman para orang tua.

         Unggahan saya kali ini akan menyambung tulisan sebelumnya yang berjudul “Angin Barat dan Jamur Liar.” Sesuai judulnya, tulisan ini membahas mengenai jamur yang tumbuh sepanjang musim, baik yang aman konsumsi maupun yang tidak layak konsumsi, bukan jamur yang hanya tumbuh eksklusif pada musim-musim tertentu seperti Jamur Barat. 

         Nah, sebelum melihat penampakan jenis-jenis jamur ini, terlebih dahulu saya akan menjelaskan beberapa ciri jamur aman konsumsi supaya Kawan (khususon yang belum tahu, yang sudah tahu atau expert di bidang perjamuran skip saja) tidak mudah terjebak rayuan maut jamur beracun yang tak jarang menampilkan diri lebih fashionable daripada jamur baik-baik. Ini dia penampilannya :
 
1. Warna cenderung kalem
       Warna jamur aman konsumsi biasanya tidak mencolok, polos, dan lembut : putih, krem, cokelat muda, cokelat tua. Pada jenis-jenis tertentu ada pula yang berwarna dan bertekstur tak biasa, semacam Jamur Truffle yang harganya selangit itu. Tapi pada umumnya (di Indonesia, khususnya di tempat saya),  jamur tak beracun biasanya menampilkan diri sebagai sosok kalem dan pemalu. (Iya pemalu, sukanya ngumpet-ngumpet!)

     2. Tekstur payung dan batang halus
       Tekstur jamur aman konsumsi biasanya halus, tidak kasar seperti kulit mengelupas, dan sedikit lengket bila agak lama dipegang (kira-kira lengket-lengket nasi lah).
  
     3. Beraroma khas
       Aroma jamur aman konsumsi khas banget, susah menjelaskannya, pokoknya enak di hidung. Sebagai pembanding, tidak jauh dari aroma jamur budidaya. Bila jamur itu berbau tidak sedap, sebaiknya jangan dimakan.
 
Payung dan Batang Kokoh (Dok.Pribadi)
4.   Payung dan batang kokoh
       Sekecil apa pun ukurannya, payung dan batang jamur aman konsumsi kokoh dan tidak mudah rapuh hanya dengan sentuhan ringan. Selain itu, payung dan batang cenderung terasa lebih bervolume (tidak seperti gabus).

      5.  Tidak menimbulkan warna
       Jamur aman konsumsi tidak akan menimbulkan warna lain bila disentuh dan tidak berubah warna saat dimasak. Bila jamur putih berubah menjadi merah/warna lain saat dimasak (bukan karena gosong ya, Guys…), itu dipastikan beracun.

6. Tumbuh di tempat bersih
       Jamur aman konsumsi tumbuh di tempat-tempat “konvensional” dalam artian “bersih” menurut ukuran habitat tumbuhan liar, seperti lahan pertanian, hutan. Bukan di atas kotoran atau tempat-tempat berbau tidak sedap.

Nah, Jamur Sepanjang Musim yang dapat Kawan nikmati setiap saat tanpa harus menunggu waktu tertentu, pada umumnya tumbuh di tanah dan batang pohon. Jamur yang tumbuh di tanah salah satu contohnya yang sering saya temukan adalah Supa Pare (Jamur Padi). Jamur ini mirip Jamur Barat namun memiliki postur lebih kecil dan berpayung agak bergerigi pada pinggirnya. Supa Pare tumbuh di lahan pertanian, kebun-kebun, tanah lembab maupun tanah agak kering.
Habitat kedua, Jamur Sepanjang Musim tumbuh pada batang-batang pohon, baik pohon yang masih hidup maupun pohon mati. Ada kalanya jamur jenis ini melekat manja pada kusen-kusen rumah tak terawat dan lembab.
Jamur Kuping
1.      Jamur Kuping
Dalam Bahasa Sunda, Jamur Kuping disebut Supa Lember. Berwarna cokelat kemerahan, bertekstur halus kenyal, dan berbentuk seperti daun telinga. Jamur Kuping bisa tumbuh di pohon hidup, pohon mati, maupun di tempat-tempat lembab semacam pintu kayu kamar mandi (seru kan, sambil mandi sekalian panen :-D ) Oh iya, jamur ini dapat menjadi makanan alternatif dalam kondisi survival di alam bebas. Jamur Kuping tumbuh subur di hutan-hutan gunung yang lembab seperti Gunung Slamet jalur Baturraden dan Kalipagu. Saat praktek survival, saya dan kawan-kawan pernah menemukan jamur ini tumbuh di pohon besar, full sekeliling pohon, cukup untuk 2 kali makan 24 orang!

2.      Jamur Kelapa
        Jamur Kelapa disebut juga Supa Kalapa (Sunda). Jamur ini pada umumnya tumbuh pada batang pohon kelapa yang sudah mati, namun dapat tumbuh juga pada pohon mati lainnya. Jenis Jamur Kelapa yang saya tahu ada 3 varietas (sebut saja Varietas 1, 2, dan 3 karena saya tidak tahu pasti nama spesifiknya. Yang pasti, penduduk sini menyembut 3 jenis jamur ini sebagai "Supa Kalapa") seperti pada gambar berikut :
 
Jamur Kelapa (Varietas 1) 
                   Jamur Kelapa Varietas 1 tumbuh di pohon kelapa dan pohon lainnya (hidup/mati). Jamur ini memiliki ciri-ciri tekstur payung agak kasar oleh bintik cokelat tipis/putih polos tanpa bintik dan alot, tidak seempuk jamur lainnya. Jamur ini enak dimasak dengan cara disop dan ditumis pedas.
Jamur Kelapa Varietas 2 (Sumber : https://bectbexty.wordpress.com)
           Jamur Kelapa Varietas 2 bentuknya mirip Jamur Barat tetapi lebih tebal dan bertekstur lebih kasar. Saya pernah membeli jamur ini di pasar dan belum pernah menemukan jamur ini secara langsung. Menurut sumber, jamur ini tumbuh di sekitar akar pohon kelapa.
Jamur Kepala Varietas 3 (Dok. Pribadi)
              Jamur ini bertekstur lembut dan bergelombang, berwarna karat, lembek, dan tumbuh pada pohon kelapa yang telah mati. Beberapa kali saya menemukan jamur ini tetapi tidak pernah mengkonsumsinya karena waswas setelah melihat warna, aroma, dan teksturnya. Kayak nggak enak gitu deh.

3. Jamur Grigit
        Di Jawa Timur, jenis ini disebut Jamur Grigit karena daunnya seperti bekas gigitan. Sedangkan di Jawa Barat dinamai Supa Beas (Jamur Beras). Jamur ini tumbuh pada pohon-pohon mati, kayu bakar lembab, dan kusen rumah. 
 
Jamur Grigit (Dok. Pribadi)
      Menurut penuturan para orang tua, Jamur Grigit tumbuh pesat pada pohon mangga yang telah mati. Ukurannya lebih besar dan berwarna lebih putih. Di hutan-hutan gunung, Jamur Grigit biasa tumbuh pada pohon Lamtoro Gunung seperti halnya di blok Plawangan Gunung Slamet jalur Baturraden, Guci, Bambangan, dan Kaliwadas, serta hutan lamtoro Gunung Sindoro. Jamur ini paling enak dimasak dengan cara dipepes dan dioseng-oseng cabai. Disop pun bisa, tapi kurang enak.
         Nah, itulah sedikit penampakan jamur enak yang pernah saya makan. Sebagai penutup tulisan ini, saya tambahkan beberapa ciri jamur yang tak layak konsumsi.
Jamur Berpayung dan Bertangkai Rapuh (Dok. Pribadi)
1. Berpayung dan batang rapuh
Besar atau kecil ukuran jamur jahat, payung dan batangnya mudah rapuh hanya dengan sentuhan biasa.
Jamur berwarna Mencolok dan Berkalung (Dok. Pribadi)
       2. Berwarna mencolok

Jamur jahat kebanyakan berwarna mencolok menggiurkan dan bermotif-motif cantik nan Instagramable. Bila itu berwarna kalem(cokelat, hitam) maka kalem yang tidak enak dipandang mata dan warnanya tegas (tidak selembut warna jamur enak). Monster banget deh!
 
Jamur Bertekstur Kasar, Bergelombang (Dok. Pribadi)
3. Tekstur Kasar/Halus
Ada yang kasar, ada pula yang sehalus kulit bayi. Tekstur jamur kasar biasanya seperti kulit mengelupas, berbintik-bintik kutil, berkerut-kerut maupun bergelombang.
 
Jamur Tahi Sapi tumbuh di atas kotoran (Dok. Pribadi)
      4. Tumbuh di atas kotoran
Salah satu contoh yang paling terkenal adalah Jamur Tahi Sapi yang biasanya tumbuh di atas kotoran sapi bercampur tanah. Bentuknya sangat mirip dengan Jamur Bulan (jenis Jamur Barat) yang enak nan langka. Sebelum memetik, coba perhatikan lebih detail teksturnya dan tempat tumbuhnya dimana. Oleh orang-orang nakal, jamur ini dikonsumsi sebagai pengganti zat-zat psikotropika. Teler gitu lah Cuy!
 
Mirip Jamur Rampak yang enak, tapi hitam di balik payung. Beracun! (Dok. Pribadi)
5.      Berubah warna
Jamur beracun menimbulkan getah berwarna bila disentuh dan berubah warna saat dimasak. Jamur macam ini pinter banget berkamuflase. Nampak luar seperti jamur enak, eh ternyata warna di balik payungnya menakutkan. Itu sudah pasti : JAHAT! (Sama, kayak temen bermuka dua).
 
Jamur berkalung (Dok. Pribadi)
6. Berkalung
       Jamur jahat biasanya dikodratkan punya sifat buruk : hobi pamer perhiasan. Lho? Iya! Pamer kalung, sekaligus untuk memberi warning bahwa keglamorannya bisa membunuh kamu. Persis, seperti ular Derik yang memamerkan cincin-cincin ekornya untuk memperingatkan dan mengancam.

      7. Payung bertepung
     Bila payung jamur ditepuk mengeluarkan sesuatu berbentuk tepung/serbuk, itu sudah pasti beracun.
Jamur berbentuk asing (Sumber : Google.com)

      8. Bentuk asing
Berbagai jenis jamur beracun memiliki bentuk yang tidak biasa (asing).
Ciri-ciri di atas hanya bersifat “pada umumnya”, artinya tidak semua jamur beracun memiliki seluruh kategori tersebut. Mudahnya, bila Kawan menemukan satu ciri itu pada suatu jamur atau merasa was-was, lebih baik jangan dikonsumsi. Kalau masih penasaran, tanyakanlah pada penduduk sekitar yang biasanya berpengalaman mengenai hal tersebut.
Terima kasih sudah membaca. Silahkan, free to share jika menurut Kawan unggahan ini baik untuk dibagi. Semoga bermanfaat.

ANGIN BARAT DAN JAMUR LIAR


Sumber foto : Dokumentasi Pribadi


Ada #jejaktermemori yang saya ingat, saat saya masih kecil dulu nenek pernah berkata dalam Bahasa Sunda, “Mun aya Angin Kulon sok barijil supa suung” (Bila ada Angin Barat akan tumbuh jamur suung—jenis jamur liar). Kala itu tentu saja saya tidak berpikir apa korelasi Angin Barat dengan jamur liar dan teori ilmiah macam apa yang melandasi pernyataan nenek saya yang diucapkan secara yakin layaknya calon Master mempertahankan tesisnya di hadapan penguji. Well, sekarang pun jujur saja saya tidak bisa menjelaskannya secara ilmiah dalam tulisan ini. Di sini saya hanya akan menyampaikannya secara “tradisional” seperti nenek saya dan menjelaskan atas dasar sedikit pengalaman saya. Ternyata pernyataan tersebut bukan hanya diucapkan nenek saya, melainkan oleh banyak orang : ibu saya, juga orang-orang di sekitar tempat tinggal saya yang nomaden (Ciamis-Pangandaran-Purwokerto-Jogja).
Angin Barat dan Angin Timur. Sumber Foto : http://www.referensibebas.com

Oh iya, apa sih Angin Barat itu? Berdasarkan penjelasan dari berbagai sumber, Angin Barat termasuk ke dalam jenis Angin Muson/Monsuun/Munson. Angin Muson adalah gerakan massa udara yang terjadi karena karena adanya perbedaan tekanan udara yang begitu besar yaitu antara daratan dan lautan, atau bisa dibilang antara benua dan samudra. Kita tahu bahwa Indonesia berada di daerah ekuator, yang diapit oleh benua Asia dan benua Australia, juga diapit 2 samudra besar yaitu Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Perbedaan tekanan udara juga dipengaruhi oleh posisi Bumi terhadap Matahari, rotasi Bumi dan pergerakan Bumi mengelilingi Matahari menyebabkan terjadinya perubahan posisi Bumi terhadap Matahari. Lalu apa hubungannya dengan Angin Muson? Tentu saja ada. Perbedaan tekanan udara pada bulan-bulan tertentu membagi angin muson menjadi 2 yaitu angin Muson Barat dan Angin Muson Timur.
Angin Muson Barat bertiup pada  bulan Oktober sampai April, yaitu pada saat posisi semu Matahari di berada  belahan Bumi selatan. Posisi inilah yang menyebabkan tekanan udara yang tinggi di Asia dan tekanan udara yang rendah di wilayah  Australia membuat angin bertiup dari benua Asia ke benua Australia. Pada perjalan dari Asia ke Australia angin melewati Samudera Hindia sehingga angin tersebut mengandung banyak uap air yang menyebabkan pada bulan Oktober sampai bulan Maret di Indonesia terjadi musim hujan.
Lapukan Bekas Sarang Laron (Dok. Pribadi)

Lalu, apa hubungannya dengan pertumbuhan jamur liar pada musim Angin Barat?
Nah, menurut berbagai sumber (orang-orang tua dan hasil pengamatan subjektif-tanpa-teori-ilmiah-saya), jamur liar biasanya tumbuh pada bulan-bulan basah, terutama setelah bertiup Angin Barat yang puncaknya terjadi sekitar bulan Desember-Februari. Lagi, menurut orang-orang tua yang kesehariannya malang melintang di pedesaan, jamur liar tumbuh setelah musim laron. Musim laron (tahu kan, hewan bersayap yang senang merubungi cahaya lampu?) biasanya terjadi menjelang munculnya Angin Barat. Konon, bekas rumah-rumah rayap (cikal bakal laron) menjadi tempat paling ideal untuk munculnya jamur liar pada musim Angin Barat. Sehingga di beberapa tempat, jamur liar tersebut dinamakan Jamur Barat karena hanya tumbuh secara “eksklusif” pada musim Angin Barat.


Jamur apa saja yang termasuk jenis “Jamur Angin Barat?”
“Jamur Angin Barat” jarang tumbuh pada sembarang musim. Pernah sesekali saya menemukannya di kebun pada lain musim, tapi tidak sebanyak pada musim Angin Barat. Seperti apa penampakannya? Di bawah ini ada beberapa foto yang saya ambil waktu berburu jamur liar pada bulan Januari tahun ini. Mari kita kenali satu per satu.

Jamur Bulan (Sumber : http://www.flickriver.com/photos/qefy/5695468573/)
1.      Jamur Bulan (Suung Bulan)
Jamur ini tumbuh liar di tanah-tanah lembab dan termasuk jenis paling langka di antara “Jamur Barat” lainnya. Saking langkanya, selama sebulan “berburu” saya tidak berhasil menemukannya atau melihat di tangan orang lain sekadar untuk difoto. Makanya, foto ini saya ambil dari Mbah Google. Jamur Bulan biasanya tumbuh solitaire (menyendiri) atau bila beruntung banget kita bisa menemukannya tumbuh bergerombol. Ciri-cirinya : berpayung lebar (ada yang sampai sebesar piring), warna putih tulang tanpa bintik atau berbintik pusat warna cokelat, batang dan payung kokoh (tidak rapuh), berbau khas, tekstur halus dan agak sedikit lengket bila lama dipegang (bukan selengket lem ya…). Jamur ini enak banget dimasak dengan cara dipepes walau cuma dibumbui garam dan bawang merah, dioseng-oseng dengan cabai, atau disop. Saya jamin deh, rasanya lebih gurih daripada jamur budidaya yang ada di pasaran!
Jamur Rampak Putih (Dok. Pribadi)

2.      Jamur Rampak (Supa Suung Rampak)
Jamur Rampak ini ada dua jenis, yang berukuran kecil dan sedang. Dinamakan “rampak” karena jamur ini tumbuh secara bergerombol (minimal 3). Jamur Rampak Kecil berwarna putih keseluruhan (ada pula yang bertudung cokelat dan bertangkai putih), berpayung mungil selebar 1-2 cm, bertangka panjang ramping, bertekstur halus dan agak sedikit lengket, tangkai dan payung kokoh walau mungil.

Jamur Rampak Sedang (Dok. Pribadi)
Jamur Rampak Sedang biasanya berwarna tudung cokelat dan berbatang putih. Bila Kawan menemukan Jamur Rampak di suatu tempat, carilah gerombolan lainnya di sekitarnya atau searah lurus dari lokasi pertama.

Jamur Tanduk (Dok. Pribadi)

3.      Jamur Tanduk (Supa Tanduk)
Di tempat saya tinggal, jenis ini disebut Jamur Tanduk. Masih sejenis Jamur Bulan, tetapi bertudung cokelat muda/cokelat tua dan kadang berbintik cokelat tua, mirip warna tanduk hewan. Tangkainya putih dan dapat tumbuh pada tanah kering (tidak seperti Jamur Bulan yang biasanya tumbuh di tanah lembab dan tersembunyi). Tekstur jamur ini halus dan berpayung lebih kaku daripada Jamur Barat lainnya.
Supa Pare (Dok. Pribadi)

4.      Supa Pare (Jamur Padi)
Di daerah Sunda, khususnya di Ciamis, jamur ini dinamakan Supa Pare. Dinamakan demikian mungkin karena habitatnya yang dominan di tanah-tanah pertanian seperti huma, kebun kacang tanah, kebun jagung, juga di kebun pada umumnya. Supa Pare dapat ditemukan di luar musim Angin Barat, terutama pasca panen di tanah-tanah pertanian. Tekstur dan bentuk Supa Pare mirip suung pada umumnya, tetapi agak rapuh, payung nampak agak bergerigi pada pinggirnya, dan ukurannya lebih kecil daripada Suung Tanduk/Bulan. Warnanya putih dan ada pula yang kecokelatan.

Dimanakah Biasanya Mereka Tumbuh?
Jamur “Angin Barat” tumbuh di tempat-tempat yang susah-susah gampang dideteksi alias tidak menentu. Biasanya mudah dijumpai di tanah-tanah lembab dan terlindung dari sinar matahari seperti di bawah rimbunan pohon pisang, rumpun bambu, pohon-pohon, semak belukar, dan tumpukan sampah dedaunan. 

Habitat Jamur di Pematang Sawah (Dok.Pribadi)
Tetapi cukup banyak juga yang ternyata bisa tumbuh di tanah kering berumput, tanah berlempung, pematang sawah, dan celah-celah pohon lapuk. Pokoknya, jeli-jeli mata Kawan saja. Tipsnya, bila Kawan menemukan jamur di suatu tempat, tengoklah lagi 1-2 hari kemudian. Biasanya jamur akan tumbuh di sekitar tempat yang sama.

Habitat Lahan Kering (Dok. Pribadi)
Saya sarankan, mumpung masih musim Angin Barat, Kawan (terutama yang tinggal di pedesaan atau perkotaan yang dekat kebun) meluangkan sedikit waktu untuk meramaikan “Pesta Jamur” yang terjadi setahun sekali. Jamur jenis ini terbilang eksklusif lho, karena sampai dewasa ini belum ada cara untuk membudidayakannya. Nah, selamat berburu Jamur Barat ya, Kawan! Tapi hati-hati, jangan sampai Kawan terjebak rayuan maut jamur beracun! Kalau Kawan belum tahu mana jamur yang aman dikonsumsi dan mana jamur beracun, silahkan klik tulisan saya selanjutnya yang berjudul “Jamur Sepanjang Musim.”
Jika tulisan saya baik untuk dibagikan, silahkan share ke akun media sosial Kawan dan tidak perlu izin repost. Terima kasih sudah membaca dan semoga bermanfaat.